opy MENANAM SINGKONG PERKEBUNAN SINGKONG SATU HEKTAR 200 Ton
Pensiun dini dari sebuah
bank, berpendidikan sarjana, dan
datang dari keluarga berada,
Yordan Bangsaratoe memilih
menjadi pekebun singkong,
bahan baku bioetanol. Beragam
cibiran seperti orang gila, tak
menyurutkan niatnya. Kini dari
kebun singkong ia menuai laba
bersih Rp40-juta per ha, jauh
lebih besar ketimbang gaji
sebagai karyawan bank.
Rahasianya? Ia menggenjot
produksi hingga 120 ton/ha;
pekebun lain rata-rata cuma
20-30 ton per ha. Usianya 38
tahun ketika bank tempatnya
bekerja selama 9 tahun itu
dilikuidasi. Namanya tercatat
dalam deretan karyawan yang
harus 'pensiun dini'. Sarjana
Ekonomi alumnus Universitas
Lampung itu sempat gamang.
Untuk apa uang pesangon itu? Ia
akhirnya memutuskan menanam
singkong, komoditas yang
banyak diusahakan di Lampung.
Yordan tertantang lantaran
banyak petani singkong di bumi
Ruwai Jurai itu miskin. Setelah
bertemu peneliti, berselancar di
dunia maya, dan membaca
pustaka, Yordan menyambung
bibit singkong. Ia menjadikan
singkong kasetsart sebagai
batang bawah dan singkong
karet sebagai batang atas.
Kasetsart dipilih sebagai batang
bawah karena unggul. 'Potensi
hasilnya mencapai 30 ton/
hektar,' kata Yordan. Soal
singkong karet? Varietas yang
tidak menghasilkan ubi itu
berdaun rimbun. Yordan
berasumsi, dengan banyaknya
jumlah daun, maka pertumbuhan
ubi semakin besar. Sebab, daun
tempat berlangsungnya proses
fotosintesis. Dari proses itu
dihasilkan makanan yang akan
dipasok ke seluruh bagian
tanaman. Sedangkan
kelebihannya akan disimpan
dalam umbi. Penyambungan itu
ia lakukan sendiri untuk
menghasilkan 4.400-4.500 bibit.
Itu cukup untuk penanaman di
lahan 1 ha. Ayah 2 anak itu
menyiapkan bibit pada musim
kemarau. Sambungan antara
singkong kasetsart dan singkong
karet diikat dengan plastik. Ia
rutin mengontrol pertumbuhan
bibit di persemaian selama
sebulan. Jika terjadi
penyumbatan alias bottleneck,
dipastikan sambungan tidak
sempurna, jadi tidak layak
dijadikan bibit. Bila kulit batang
dan gabus berwarna putih dan
tumbuh mata tunas, maka
penyambungan itu berhasil.
Pupuk Sebulan
pascapenyambungan, ia
memindahtanamkan bibit ke
lahan setelah memotong bagian
akar. Yordan membudidayakan
anggota famili Euphorbiaceae itu
berjarak tanam 1,5 m x 1,5 m
sehingga populasi 4.400-4.500
batang per ha. Itu cukup
memberikan ruang bagi
singkong untuk tumbuh
maksimal. Bandingkan dengan
jarak tanam pekebun lain 1 m x 1
m-total populasi lebih dari 9.000
tanaman-sehingga tampak rapat.
Dampaknya, produksi justru
rendah. Menurut Yordan, jarak
tanam lebar bukan satu-satunya
cara untuk meningkatkan
produksi singkong. 'Komposisi
pupuk kunci utamanya, bukan
banyaknya pupuk,' kata pria
kelahiran 11 Desember 1960 itu.
Yordan menaburkan 5 ton pupuk
kandang per ha di lahan yang
sudah diolah. Empat hari usai
tanam, ia menambahkan 0,5
gram pupuk NPK di sekeliling
batang. Total pupuk NPK yang
diberikan 200 kg. Ia kembali
memberikan total 300 kg NPK
ketika kerabat karet itu berumur
3 bulan. Yordan memanen
singkong berumur 10 bulan.
Produktivitas ubikayu yang
dibudidayakan di Madukoro,
Lampung Utara, itu mencapai 30
kg per tanaman atau sekitar 120
ton per hektar. Saat ini, ia
mengebunkan 17 ha. Dengan
begitu ia mampu memanen 80
ton singkong per hari. Dengan
kadar pati 30%, hanya perlu 4 kg
singkong untuk menghasilkan 1
liter bioetanol; varietas lain, 6 kg.
Yang juga menerapkan sistem
budidaya intesif adalah Tjutju
Juniar Sholiha, pekebun
singkong di Sukabumi, Jawa
Barat. Ia berpegang pada
komposisi pupuk untuk
memaksimalkan singkong
varietas darul hidayah. 'Bila tidak
dipupuk, bobot umbi paling
15-20 kg. Tapi dengan
pemupukan intensif, produksi
menjulang 20-40 kg per
tanaman,' katanya. Rendam
Sebelum menanam, Tjutju
merendam bibit sepanjang
10-15 cm dalam pupuk organik
cair selama 3 jam. Bukan cuma
sebagian, tetapi seluruh
permukaan bibit terendam dalam
pupuk. Tujuannya untuk
mempercepat pertumbuhan
tunas. Ia menanam bibit-tanpa
daun-berjarak 2,5 m x 1 m
sehingga total populasi 5.000
tanaman. Alumnus Fakultas
Biologi Universitas Nasional itu
langsung memberikan 1 kg
kompos per tanaman sekaligus
menyiramkan pupuk organik
cair. Hanya dalam waktu 2 pekan,
bibit memunculkan tunas muda.
Perempuan kelahiran Bandung
17 Juni 1969 itu kembali
memberikan pupuk organik cair
pada bulan kedua dan keempat
dengan total dosis per bulan
sebanyak 2 liter untuk seluruh
tanaman. Sedangkan pada bulan
ketiga dan kelima ia memberikan
600 kg Urea dan 495 kg NPK di
bawah tajuk tanaman. Setelah
bulan kelima hingga panen, ia
tak pernah memupuk lagi. Oleh
karena itu, penanaman
sebaiknya saat musim hujan.
Dengan budidaya seperti itu
Manihot utillisima berproduksi
maksimal, 200 ton per hektar
atau rata-rata 40 kg per
tanaman. Bahkan ia pernah
memanen 100 kg umbi dari 1
tanaman. Hasil penelitian Institut
Pertanian Bogor, singkong darul
hidayah yang dikembangkan
Tjutju berkadar pati 32%. Yordan
dan Tjutju mantap berkebun
singkong lantaran pasar terbuka
lebar. Produsen bioetanol dan
tapioka menyerap singkong
produksi mereka. Dengan harga
Rp520 per kg, Yordan meraup
omzet Rp62-juta per ha. Padahal,
biaya produksi hanya Rp130 per
kg sehingga laba bersih Yordan
Rp46-juta per ha. Saat ini ia
mengelola 10 ha lahan. Tingginya
produksi singkong mereka
menjadi incaran Korea, China,
Taiwan, dan Kamboja. 'Karena
produksi bibit masih terbatas,
saya baru akan memasok
Kamboja,' kata Tjutju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar